Penggunaan layanan core banking di Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan signifikan. Hal ini tidak terlepas dari pemanfaatkan core banking yang telah dipakai sejumlah bank di kawasan Asia Pasifik. Dua riset yang dilakukan Thought Machine, perusahaan teknologi cloud native, bersama International Data Corporation (IDC) mendukung perkiraan tersebut setelah menemukan fakta yang cukup kuat.
Riset berjudul Truly Digital Core Banking: You Are More Ready than You Think mengungkapkan kesiapan Asia Pasifik dalam menjalani transformasi perbankan. Penerapan teknologi yang diaplikasikan pada jalur-jalur yang ditempuh dinilai dapat mewujudkan pengalaman digital yang menyeluruh di bidang perbankan.
Dalam melaksanakan risetnya, IDC mengembangkan indeks terbaru bernama Digital Core Banking Opportunity Index untuk memetakan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Ada dua aspek yang digunakan, yakni opportunity-to-benefit serta execution readiness. Adapun negara-negara yang indeksnya diukur meliputi Indonesia, Malaysia, Hong Kong, Filipina, Singapura, Vietnam, Thailand, dan Australia.
Opportunity-to-benefit adalah aspek yang membantu IDC mengukur kesiapan negara-negara di Asia Pasifik dari segi penggunaan layanan perbankan digital beserta infrastruktur pasar. Sementara execution readiness akan mengukur kecenderungan perbankan untuk beralih dari sistem lama ke core banking serta meningkatkan kemajuan infrastruktur pasar.
Berbagai temuan menarik, termasuk layanan core banking di Indonesia, diperoleh dari indeks IDC tersebut. Dari sembilan negara yang mereka teliti, Singapura dan Australia mempunyai peluang paling besar untuk bertransformasi ke digital core banking. Malaysia dan Filipina muncul sebagai negara-negara yang memakai core banking system tertua, sementara yang terbaru muncul di Vietnam. Indonesia dan negara-negara lainnya lantas hadir sebagai kawasan yang siap menjalani transformasi digital.
Sebagian besar negara di kawasan Asia Pasifik yang masuk ke pengukuran indeks tersebut berada dalam segmen Market Acceleration atau sudah siap memakai sistem digital core banking. Dalam hal ini, Indonesia dan Thailand dianggap sebagai negara-negara yang punya kecenderungan kuat dan cepat untuk pindah. Sedangkan Filipina dan Malaysia lebih lambat dalam bermigrasi.
Temuan-temuan lain yang diutarakan dalam laporan riset tersebut memaparkan tentang kemampuan teknologi digital core banking untuk memperkuat infrastruktur perbankan. Pengaruh arsitektur perangkat lunak modern untuk meningkatkan layanan dan inovasi perbankan pun turut disebutkan. Hal ini dianggap bisa mempercepat kesiapan lembaga perbankan untuk melakukan transformasi digital.
Masih dari laporan riset yang sama, IDC menjelaskan ada beberapa persyaratan yang wajib dipenuhi dalam penerapan digital core banking. Untuk sistem modern, setidaknya ada 25 ciri khas yang harus dimiliki. Antara lain intelligent configuration, on-demand analytics, flexible licensing, serta penghematan biaya. Tanpa memperhatikan ciri khas tersebut, layanan core banking di Indonesia akan sulit diwujudkan.
Michael Araneta selaku Head of Advisory and Research dari IDC Financial Insights mengutarakan, sejumlah bank sudah siap menerima fitur core banking generasi terbaru. Apalagi sistem tersebut sudah lebih efisien dan berorientasi pada nasabah. Dengan spesifikasi tersebut, semestinya sudah tak ada lagi negara yang ‘menunggu’ untuk bertransformasi.
Negara-negara di Asia kini sudah bisa memanfaatkan efisiensi yang terdapat pada arsitektur cloud-native, fitur low-code enhancement, kerangka kerja yang berorientasi API. Hal tersebut diungkapkan Nick Wilde, Managing Director Thought Machine di kawasan Asia Pasifik.
Thought Machine mengembangkan sebuah core banking system bernama Vault menggunakan pendekatan low-code. Vault lantas diperkenalkan sebagai solusi lembaga perbankan untuk bergerak lebih cepat di tengah lingkungan yang terus berubah. Berorientasi pada API, sistem ini pun sudah bersifat real-time dan mampu menyederhanakan integrasi dengan sistem lain. Tak hanya itu, Vault pun terhubung dengan Open Banking dan bisa membantu bank memanfaatkan kanal digital teranyar.
Menilai potensi core banking yang bagus, Kementerian Keuangan melalui Bank Indonesia (BI) serta Dirjen Perbendaharaan pun melakukan kerja sama untuk mengembangkannya. Pihak-pihak ini malah sudah menandatangani dua perjanjian untuk menunjang fungsi masing-masing instansi yang berfungsi sebagai otoritas fiskal dan moneter dalam layanan core banking di Indonesia.
Andin Hadiyanto selaku Dirjen Perbendaharaan mengungkapkan kedua perjanjian tersebut mencakup koordinasi operasionalisasi untuk treasury dealing room (TDR) serta kesepakatan forum harmonisasi 2020. Forum harmonisasi antara Kemenkeu dan BI sendiri adalah sebuah media yang diharapkan bisa meningkatkan pengembangan bisnis dari pihak-pihak yang terkait beserta koordinasi penyelesaian pelaksanaan tugas.
Andin menambahkan, forum tersebut pun membantu Kemenkeu dan BI menyepakati pengembangan aplikasi core banking system. Nantinya, platform ini akan dikelola BI dan mempunyai sistem yang bakal terinterkoneksi dengan BI maupun Kemenkeu. Tahap pengembangannya pun diharapkan dapat mendorong layanan perbankan dari BI terhadap pemerintah, mencakup dukungan modernisasi untuk mengelola perbendaharaan oleh Kemenkeu.
Core banking bukan satu-satunya bidang yang pengembangannya disepakati Kemenkeu dan BI. Terdapat tiga bidang lainnya yang dibahas, antara lain kerja sama di bidang valas (foreign exchange), surat berharga negara (SBN), dan market. Ada pula kerja sama dalam pengelolaan kas, utang, dan hibah pemerintah; sistem pembayaran, serta data dan informasi untuk meningkatkan mutu informasi sebagai landasan dalam mengambil keputusan.
Sebenarnya, sudah ada banyak platform untuk layanan core banking di Indonesia yang bisa Anda gunakan. Ada pula opsi alternatif yang disediakan Fiserv, FIS, D + H, hingga Jack Henry. Meski begitu, Anda harus memperhatikan sejumlah kriteria utama yang harus dimiliki core banking, di antaranya:
Lebih dari satu dekade lalu, implementasi core banking membutuhkan waktu lima hingga sepuluh tahun. Namun, dengan kemajuan teknologi, penggunaan sistem tersebut kini jauh lebih cepat. Pada bank-bank kecil, peralihan ke core banking hanya memerlukan rata-rata waktu 12 bulan. Sementara bank atau credit unions lebih besar membutuhkan proses yang lebih lama.
Lantas untuk mempercepat peluncuran sekaligus menekan risiko pada bisnis, penyedia core banking system akan menawarkan platform mereka kepada lembaga perbankan dengan perubahan secara bertahap. Strategi tersebut dikenal juga sebagai komponenisasi.
Disitat dari majalah transformasi core banking, Deloitte membagikan saran untuk mendapatkan mitra atau penyedia platform yang sesuai. Bagaimanapun, mereka adalah pihak yang paling menentukan keberhasilan implementasi core banking.
Beberapa hal yang sebaiknya mempunyai kriteria seperti mampu memberikan manfaat, berpengalaman, menawarkan arsitektur dan solusi yang sesuai, kemampuan melakukan kegiatan operasional, memiliki keahlian mengembangkan software dan integrasi, hingga sanggup menjamin kualitas. Satu hal lagi yang tak kalah penting adalah kesanggupan mereka membantu Anda memelihara layanan core banking di Indonesia agar bekerja optimal.
Selain untuk lembaga perbankan, kemampuan mitra dalam menjalankan tugas berdampak terhadap kepuasan nasabah sebagai pelanggan. Apabila mitra atau penyedia platform memberikan sistem terkini dan user-friendly, bisa dipastikan nasabah dapat mengakses informasi yang dibutuhkan tanpa masalah. Layanan pelanggan pun bakal lebih ringan melakukan pekerjaan mereka karena minimnya keluhan yang masuk dari nasabah.
Seperti pindah ke rumah baru, cara memakai core banking system sebaiknya dilakukan pada alat atau perangkat ‘bersih’. Dengan kata lain, sebelum mengaplikasikan core banking, Anda harus menghapus atau uninstall sistem lama. Menimpa software baru dianggap kurang efisien dan kurang memaksimalkan performa platform dengan teknologi terbaru.
Pembersihan sistem lama juga memudahkan lembaga perbankan mengikuti perkembangan teknologi maupun kebutuhan nasabah yang semakin maju. Sebagian besar nasabah kini sangat menggantungkan kecepatan dan efisiensi saat bertransaksi. Sehingga bank atau instansi sejenis yang masih memakai sistem lama akan cepat ditinggalkan karena dianggap tak mengikuti tren.
Untuk mendukung digital core banking di Indonesia, dibutuhkan dukungan maksimal baik dari pihak perbankan maupun nasabah sebagai pelanggan. Upaya dari satu pihak saja malah akan melambatkan implementasi untuk layanan core banking di Indonesia. Akibatnya, Anda malah semakin kesulitan untuk transaksi, terutama saat memakai layanan transaksi perbankan ke luar negeri.
Apabila anda membutuhkan layanan untuk mengembangkan Core Banking untuk lembaga anda, Jangan Ragu untuk menghubungi PT. Invelli Solusindo.